SEMANGAT PAHLAWAN DI DADAKU (Karya Guru 1)
Semangat Pahlawan di dadaku
“Belajar tanpa berfikir itu tidaklah berguna tapi berfikir tanpa belajar itu sangatlah berbahaya.” (Ir. Soekarno)
Duhai pembuat mutiara kata, tak lekang namamu ditimbun zaman.
Aku mengenalmu dengan kecerdasan retorika yang menghujam dan rangkaian kata-kata yang tajam makna.
Makna Iqra’ yang kupahami dari tarbiyah Rabb pada kekasih-Nya adalah berfikir dan belajar.
Maka satu nikmat bagiku tatkala anak didikku menggali ilmu dengan
riang bermain di hilir sungai, lalu dengan gembira berkata “ooh ternyata beraneka ragam penghuni sungai, ada batu, ikan kecil-kecil, tumbuhan, kepik juga sampah dan yang lainnya”
Dan aku akan menikmati untaian kata mereka, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang aku lontarkan.
Yaa … .
Belajar haruslah disertai berfikir dan
Berfikir juga harus disertai belajar, karena yang kita cari adalah kenikmatan memahami makna yang Allah beri.
“Hamba-hamba Allah penghuni surgawi, harus menggunakan bahasa yang halus dan sopan.”(Mohammad Hatta)
Duhai pahlawan, lembut dan tegarnya warisan kata yang engkau tinggalkan untuk generasi penerusmu.
Menghuni surga adalah dambaan setiap insan, namun tidaklah semua paham bahwa ada keharusan berlaku halus dan sopan.
Kembali aku akan menikmati lantunan ayat suci dari mulut-mulut mungil calon bidadari abadi.
Penuh harap, kandungannya bisa menghujam hati dan mewujud atas lakunya sehari-hari.
Menghidupkan adab yang sudah sulit kita temui.
Wahai para pencinta surgawi
Tumbuh suburkan kehalusan hati yang dipenuhi rahmat ilahi
agar kehalusan itu tidak menjadi wadah untuk mengecilkan diri.
Akhirnya, berlaku sopanlah dengan kehalusan cinta Sang Rabbi
agar yang nampak adalah keagungan akhlak yang akan menerangi peradaban ini.
“Hidup yang tidak diperjuangkan tak dapat dimenangkan.”(Sutan Syahrir)
Duhai tuan pahlawan,
bagaimanalah kami tidak terlecuti dengan kata yang dituturkan sarat petuah berlipat.
Jalan hidup yang panjang sungguh butuh perjuangan.
Kita ada, karena Allah beri kesempatan sang bunda berjuang bertaruh nyawa saat melahirkan.
Lalu sang Bunda menikmati
minimnya istirahat bahkan kesempatan merawat diri hanya kerena tidak ingin telat memberi ASI, maupun nyamuk hinggap di pipi.
Dan perjuangan itu tidaklah gampang.
Dan kemenangan itu tidaklah tercapai dengan kemudahan.
Wahai yang sedang asyik menyandarkan punggungnya pada sofa yang nyaman
Wahai yang sedang menikmati khayalannya sambil bertopang kaki dan menyanggah dagu
Tegakkan punggumu, tegapkan langkahmu,
berderaplah penuh semangat
alunkan irama perjuangan atas nama Rabb
agar pantang surut cita-cita dan semangat
Dan,
memegang panji keimanan apapun hasil perjuangannya tetaplah kita sebagai pemenang.
(Komalasari, 10 November)
Previous