PARENTING : MEMATRI ASA
“Bisa jadi sesuatu itu baik menurut orang dewasa, tetapi buruk menurut anak kecil, dan bisa jadi sesuatu itu buruk menurut orang dewasa, tetapi baik untuk anak kecil,”
Pernyataan di atas menngajak kita belajar bahwa orang dewasa tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada anak kecil. Disadari atau tidak hal itu merupakan intimidasi kepada mereka dengan alasan mendidik.
Lalu ketika hal itu sudah terjadi, dengan apa kita harus mencerabut luka yang mungkin sudah nyaman melekat di taman hati?
*
Bunda terusik dengan isakan halus anak laki-laki kecilnya. Namun, alam bawah sadarnya meminta mengabaikan hal itu. Bunda lebih memilih menyelesaikan jemuran yang hanya tinggal separuh. Sementara isakan halus itu terdengar semakin pendek dari isakan sebelumnya.
Tangan kecil John menggenggam erat teralis jendela. Pandangannya focus kearah teman-teman kompleknya yang berpakain rapih dan terlihat gembira memasuki kijang inova. Bunda mencoba menyambungkan suara isakan dan pemandangan di luar.
“Apakah kamu menangis Jhon?” Tanya bunda hati-hati.
“huaaa…huaaa…huaaa…”
jawaban yang tidak diduga, isakan itu menjadi tangisan dan teriakan histeris seiring berlalunya kijang inova dari halaman komplek rumahnya.
Bunda mencoba menyambungkan info dan pengetahuan yang didapatnya selama ini. Ternyata laki-laki kecilnya pernah absen tarawih hingga empat hari. Ada kesepakatan yang sudah dibuat, bahwa yang bolong ke musolah konsekwensinya tidak diijinkan ikut tadabur alam.
Kata orang dewasa, itu maksudnya adalah pembelajaran agar anak-anak tidak tinggal ibadah. Namun, bagi anak kecil yang ada difikirannya mereka semua nakal, tidak suka aku, jahat, tidak mau berkawan denganku, pilih kasih dan banyak luapan negatif lainnya.
Hatinya terluka, taman keceriannya ternoda, bilik persahabatannya tergores.
Bunda mencoba memahamkan seperti apa yang dipahami orang dewasa. Namun Jhon semakin berontak dan pelukan untuk menenangkan, ternyata belum bisa melonggarkan himpitan dadanya. Jhon lari ke kamar melampiaskan jengkel dengan terikan dan melemper bantal, guling, selimut. Sampai akhirnya kembali terdengar isakan itu terdengar halus.
Dengan hati-hati, bunda mengetuk pintu kamar Jhon dan membukanya perlahan. Lalu duduk di pinggir dipan.
“Jhon mau dipeluk bunda?” Sapa bunda dengan halus.
Lama si kecil bergeming.
“Biar tambah tenang, Jhon boleh kok minum, habis itu puasa lagi.” bujuk bunda.
“Aku ndak mau batal.” Jawab Jhon masih dengan nada kesal, namun sudah bisa menata suaranya.
Senyum bunda mengembang, laki-laki kecilnya sudah berangsur tenang. Pelan tapi pasti Jhon bangkit dan beringsut mendekati bundanya. Direntangkan kedua tangan bunda lebar-lebar, didekapnya tubuh mungil itu. Sambil memejamkan mata, istigfar dan syukur terucap lirih di bibirnya.
“Sayang orang hebat itu, adalah orang yang mudah memafkan.”
Diulanginya kalimat itu tiga kali, lalu dibisikannya berita gembira sebagai hadiah si kecil yang sudah berhasil kembali menguasai emosinya. Bunda yakin motivasi positif yang dibisikan pada Jhon, akan bersemayam di kalbunya. Berharap menjadi bibit bunga yang mengesankan suatu saat nanti.
Komalasari (catatan Ramadhan Ceria)
Comments